Jembatan Dumai Malaka
Bagi dunia Melayu, Sumatera dan Semenanjung adalah ibarat jantung, Semenanjung jantung kanan dan Sumatera jantung kiri. Kesatuan keduanya menimbulkan kegemilangan, sementara keterpisahan menimbulkan keterpurukan. Setidak-tidaknya, itulah yang dialami puak Melayu Sumatera saat ini.
Sumber : https://sula.ghobro.com
Sumatera merupakan tempat penyebaran masyarakat Melayu. Dari Sumatera puak-puak Melayu menyebar ke :
Sementara itu, Semenanjung Malaka merupakan pintu gerbang masuknya beragam puak yang menjadi leluhur bangsa Indonesia, utamanya Melayu Polinesia Barat.
Ketika kerajaan Malaka didirikan pelarian dari Singapura dengan dukungan orang Laut, daerah Sumatera yang pertama didudukinya adalah Rokan melalui perkawinan. Setelah Rokan, daerah-daerah di Riau : Indragiri, Kampar dan Siak merupakan daerah-daerah awal pelebaran wilayah Malaka.
Dumai yang berada di batas Rokan, merupakan tempat historis menyambung sejarah Melayu yang terpisah.
Pesisir Riau yang panas, rawa-rawa dan banyak nyamuk bukanlah tempat menetap yang ideal. Tetapi posisinya yang berhadapan dengan Semenanjung menjadi strategis sebagai pangkalan dagang. Secara-secara berangsur-angsur, perkampungan nelayan menjadi bandar. Tembilahan, Rengat, Selatpanjang, Bagansiapi-api adalah di antara kota-kota yang menikmati posisi strategis tersebut.
Kebijakan percukaian yang mulai erat sejak Orde Baru menyebabkan perdagangan dengan semenanjung menyusut karena hanya tersisa dijalankan secara ilegal. Tetapi perhubungan dengan semenanjung tidak dapat dilepas begitu saja, terutama untuk perobatan. Meski layanan medis Malaka telah bercabang di Riau, tetapi kebutuhan perobatan menyebabkan pelayaran ke Malaka tetap tumbuh, meskipun memiliki resiko karam seperti yang terjadi beberapa saat yang lalu.
Jembatan Dumai Melaka sepanjang 48 km, akan menjadi jembatan penyeberangan laut terpanjang di dunia, yang akan merupakan salah satu objek wisata di Riau. Jembatan dengan dua jembatan kabel tetap dan satu jembatan gantung tersebut, akan menjadi pintu gerbang perdagangan di Sumatera dan peluang untuk mengembalikan kejayaan Sumatera sebagai penghasil devisa terbesar di Indonesia sebagaimana pada awal-awal RI terbentuk.
Krisis moneter 1997 telah menggagalkan rencana pembangunan jembatan yang digagas dalam pertemuan Mahathir Muhammad dan Soeharto di Kuala Lumpur 1996.
Pada tahun 2006, gagasan kembali menghangat setelah Exim Bank Cina mengumumkan menyetujui 85% dari $13 milyar anggaran. Tetapi gagal kembali karena penolakan beberapa daerah dan aktivis lingkungan.
Pada 15 Oktober 2013, Gubernur Malaka Ali Rustam menghidupkan kembali gagasan tersebut. Tetapi, SBY menolak dengan alasan sumber daya yang digunakan untuk itu akan sangat banyak jika dialihkan untuk pembangunan Jembatan Selat Sunda yang lebih prioritas bagi Indonesia untuk konektivitas dalam negeri dibandingkan konektivitas ke luar.
Sumber : https://sula.ghobro.com
Alasan Sejarah
Sumatera merupakan tempat penyebaran masyarakat Melayu. Dari Sumatera puak-puak Melayu menyebar ke :
- Jawa, kemudian ke Madura, Bali, Lombok, Sumbawa
- Kalimantan Selatan, Tenggara dan Sulawesi Barat
- Kalimantan Barat, kemudian berpencar ke Semenanjung, Vietnam dan Filipina
- Ke Riau, Singapura, Johor dan Semenanjung Melaka
Sementara itu, Semenanjung Malaka merupakan pintu gerbang masuknya beragam puak yang menjadi leluhur bangsa Indonesia, utamanya Melayu Polinesia Barat.
- Orang Laut,pemilik asal bahasa Melayu, yang merupakan bahasa sintetis disilabis yang bertolak belakang dengan empat rumpun bahasa tetangganya : Austro-Asiatik, Hmong Mien, Sino Tibetan dan Kradai yang merupakan bahasa analitis monosilabis.Meski genetika orang Laut tidak pernah menonjol secara signifikan dalam etnis apa pun, tetapi genetikanya menyebar di hampir setiap muara sungai-sungai besar di Asia Tenggara, pesisir pulau-pulau Asia Tenggara dan bahkan di hulu Sungai Merah (Danau Erhai) Yunan Selatan. Pewaris genetika orang Laut mulai dari penduduk pesisir Teluk Arab hingga ke Siraya pesisir Taiwan.Kesamaan elemen pada bahasa Melayu dengan bahasa Mesir kemudian tidaklah mengherankan. Orang Laut pada mulanya hanyalah peramu sagu, pengumpul kerang tetapi juga penyelam mutiara. Mereka kemudian mengenal jewawut yang didapat dari petani Shandong, yang kemudian ikut menyebar mengikuti perjalanan mereka dan mengalami difusi budaya menjadi penutur Bahasa Melayu. Orang Laut kemudian membawa jawawut ke India Selatan, yang kemudian orang Tamil menyebut mereka Yavaka dari Yavadwipa dengan ibukota Nagapura. Sebutan Jawa juga disebut orang-orang Austro-Asiatik (Mun Khmer) yang kemudian menggantikan jewawut dengan padi.
- Orang Shandong dari muara Sungai Kuning ke pesisir Cina Timur hingga Vietnam Tengah. Dari Vietnam Tengah ke Kalimantan Utara, menyebar ke Filipina, Taiwan, Sulawesi dan Indonesia Timur. Sebagian dari Kalimantan Utara ke pesisir timur Tanah Genting dan Semenanjung, kemudian menyeberang ke Sumatera : Kampar (kemudian dari Mahat menyebar ke Mandailing dan Nias) dan Musi (kemudian dari Pagaralam menyebar ke Lampung dan Dieng Jawa, ke Kalimantan dan kembali ke Semenanjung).
- Orang Austro-Asiatik dari DAS Mekong, telah berkenalan dengan orang-orang Laut Melayu di Teluk Tonkin, Delta Mekong, Muara Chao Praya, Muara Salwin dan Semenanjung Malaka. Migrasi besar orang-orang Austro-Asiatik dari anak sungai Mekong (Sungai Mun) ke hulu Salwin dan Chao Praya kemudian melalui Tanah Seri/Tanah Genting dan Semenanjung Malaka. Dari belahan barat Semenanjung Malaka, para petani padi ini menyeberang ke Nikobar, Sumatera : Pesangan Aceh, Sungai Petani (Langkat) dan Kuantan (menyebar ke Minangkabau, Kerinci dan Rejang untuk kemudian bermigrasi ke Jawa dan Sunda Kecil dan Kalimantan/Sulawesi).
- Gelombang pendahulu Daic dari DAS Sungai Merah ke Vietnam Tengah, Kalimantan Utara, sebagian ke Filipina dan sebagian ke Semenanjung mengikuti jalur petani Shandong.
- Gelombang campuran Daic, Hmong Mien dan Austro Asiatik dari hulu Sungai Merah, ke Mekong, Sungai Chi, Sungai Mun mengikuti jalur Austro-Asiatik menyeberang ke Sumatera dari barat semenanjung.
Ketika kerajaan Malaka didirikan pelarian dari Singapura dengan dukungan orang Laut, daerah Sumatera yang pertama didudukinya adalah Rokan melalui perkawinan. Setelah Rokan, daerah-daerah di Riau : Indragiri, Kampar dan Siak merupakan daerah-daerah awal pelebaran wilayah Malaka.
Dumai yang berada di batas Rokan, merupakan tempat historis menyambung sejarah Melayu yang terpisah.
Alasan Realitas
Pesisir Riau yang panas, rawa-rawa dan banyak nyamuk bukanlah tempat menetap yang ideal. Tetapi posisinya yang berhadapan dengan Semenanjung menjadi strategis sebagai pangkalan dagang. Secara-secara berangsur-angsur, perkampungan nelayan menjadi bandar. Tembilahan, Rengat, Selatpanjang, Bagansiapi-api adalah di antara kota-kota yang menikmati posisi strategis tersebut.
Kebijakan percukaian yang mulai erat sejak Orde Baru menyebabkan perdagangan dengan semenanjung menyusut karena hanya tersisa dijalankan secara ilegal. Tetapi perhubungan dengan semenanjung tidak dapat dilepas begitu saja, terutama untuk perobatan. Meski layanan medis Malaka telah bercabang di Riau, tetapi kebutuhan perobatan menyebabkan pelayaran ke Malaka tetap tumbuh, meskipun memiliki resiko karam seperti yang terjadi beberapa saat yang lalu.
Keuntungan
Jembatan Dumai Melaka sepanjang 48 km, akan menjadi jembatan penyeberangan laut terpanjang di dunia, yang akan merupakan salah satu objek wisata di Riau. Jembatan dengan dua jembatan kabel tetap dan satu jembatan gantung tersebut, akan menjadi pintu gerbang perdagangan di Sumatera dan peluang untuk mengembalikan kejayaan Sumatera sebagai penghasil devisa terbesar di Indonesia sebagaimana pada awal-awal RI terbentuk.
Tentangan
Krisis moneter 1997 telah menggagalkan rencana pembangunan jembatan yang digagas dalam pertemuan Mahathir Muhammad dan Soeharto di Kuala Lumpur 1996.
Pada tahun 2006, gagasan kembali menghangat setelah Exim Bank Cina mengumumkan menyetujui 85% dari $13 milyar anggaran. Tetapi gagal kembali karena penolakan beberapa daerah dan aktivis lingkungan.
Pada 15 Oktober 2013, Gubernur Malaka Ali Rustam menghidupkan kembali gagasan tersebut. Tetapi, SBY menolak dengan alasan sumber daya yang digunakan untuk itu akan sangat banyak jika dialihkan untuk pembangunan Jembatan Selat Sunda yang lebih prioritas bagi Indonesia untuk konektivitas dalam negeri dibandingkan konektivitas ke luar.
Comments