Jembatan Selat Bangka
Memorandum of Raflesia yang disepakati dalam forum Rapat Koordinasi Gubernur Sumatera di Bengkulu 8 hingga 10 Juli 2019 menyepakati 10 kesepakatan, di antaranya pembangunan provinsi kepulauan di Sumatera melalui percepatan realisasi pembangunan jembatan Selat Bangka.
Jembatan Selat Bangka direncanakan dibangun dari Desa Tanjung Tapa, Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan hingga Desa Permis Kabupaten Bangka Selatan. Jembatan ini direncanakan sepanjang 15,2 kilometer. Menurut Herman Deru, Gubernur Sumatera Selatan, pembangunan jembatan ini akan menelan biaya Rp. 15 trilyun.
Masyarakat banyak yang antusias mendengar rencana ini yang jika terwujud tentu akan mempermudah transportasi dari Pulau Bangka ke Pulau Sumatera secara umumnya, antara Sumatera Selatan dan Bangka khususnya. Perhubungan antar pulau tidak lagi tergantung pada jadwal keberangkatan kapal, jarak tempuh lebih singkat dan biaya yang lebih murah.
Bagi masyarakat Bangka, keuntungan ekonomi dari pariwisata tentu saja akan optimal. Akan lebih banyak lagi warga dari daratan Sumatera yang akan berkunjung ke pulau ini.
Sebaliknya bagi masyarakat Sumatera, penjualan sayur mayur ke pulau Bangka akan lebih meningkat. Sebagai wilayah kepulauan, Bangka terbatas dari produksi sayur mayur dan peternakan. Sebaliknya lebih banyak produk kelautan.
Tentu saja dalam setiap rencana apa pun, akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. LSM Lingkungan Hidup seperti WALHI telah mulai menyuarakan kekuatirannya tentang kerusakan gambut. Menurut mereka, kehadiran jembatan akan semakin membuka wilayah gambut, membuat banyak yang datang untuk membangun infrastruktur dari permukiman baru, pergudangan, pelabuhan. Kawasan bakau akan terancam.
Demikian pula aktivitas nelayan di Selat Bangka dikuatirkan terancam.
Terlepas adanya pihak-pihak yang kontra, manfaat dari keberadaan jembatan ini tentu sangat besar bagi masyarakat Sumatera secara umumnya. Oleh karenanya, wajar usulan ini kabarnya telah disetujui oleh Menteri PUPR. Pada tahun 2010 akan dilakukan feasibility study yang dibiayai oleh Kementerian PUPR.
Rencana Pembangunan
Jembatan Selat Bangka direncanakan dibangun dari Desa Tanjung Tapa, Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan hingga Desa Permis Kabupaten Bangka Selatan. Jembatan ini direncanakan sepanjang 15,2 kilometer. Menurut Herman Deru, Gubernur Sumatera Selatan, pembangunan jembatan ini akan menelan biaya Rp. 15 trilyun.
Keuntungan
Masyarakat banyak yang antusias mendengar rencana ini yang jika terwujud tentu akan mempermudah transportasi dari Pulau Bangka ke Pulau Sumatera secara umumnya, antara Sumatera Selatan dan Bangka khususnya. Perhubungan antar pulau tidak lagi tergantung pada jadwal keberangkatan kapal, jarak tempuh lebih singkat dan biaya yang lebih murah.
Bagi masyarakat Bangka, keuntungan ekonomi dari pariwisata tentu saja akan optimal. Akan lebih banyak lagi warga dari daratan Sumatera yang akan berkunjung ke pulau ini.
Sebaliknya bagi masyarakat Sumatera, penjualan sayur mayur ke pulau Bangka akan lebih meningkat. Sebagai wilayah kepulauan, Bangka terbatas dari produksi sayur mayur dan peternakan. Sebaliknya lebih banyak produk kelautan.
Dampak
Tentu saja dalam setiap rencana apa pun, akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. LSM Lingkungan Hidup seperti WALHI telah mulai menyuarakan kekuatirannya tentang kerusakan gambut. Menurut mereka, kehadiran jembatan akan semakin membuka wilayah gambut, membuat banyak yang datang untuk membangun infrastruktur dari permukiman baru, pergudangan, pelabuhan. Kawasan bakau akan terancam.
Demikian pula aktivitas nelayan di Selat Bangka dikuatirkan terancam.
Perkembangan
Terlepas adanya pihak-pihak yang kontra, manfaat dari keberadaan jembatan ini tentu sangat besar bagi masyarakat Sumatera secara umumnya. Oleh karenanya, wajar usulan ini kabarnya telah disetujui oleh Menteri PUPR. Pada tahun 2010 akan dilakukan feasibility study yang dibiayai oleh Kementerian PUPR.
Comments